Kamis, 31 Maret 2022

Muda adalah suatu kegairahan untuk memperjuangkan kebenaran

"Muda adalah suatu kegairahan untuk memperjuangkan kebenaran" 
Pernyataan itu jauh dari definisi sebenarnya namun memang begitulah adanya. Kegilaan di masa muda terlepas dari realitas kepentingan, mereka yang masih muda rela kelaparan untuk turun ke jalan untuk mengabarkan bahwa ada kerancuan di negeri yang permai itu. kau tau apa yang terjadi pada saat itu? sebuah rencana perbudakan yang dilegalkan oleh negara.
Siapa sangka mereka berani meneriaki orang-orang berkuping kecil tetapi memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan yang tak menghasilkan kebajikan, pada saat itu ada salah seorang dari golongan pemuda beralma hijau bertubuh kecil dan kurus sedang meneriaki birokrat kampus yang mencoba menghentikan aksi anti-tuli jeritan rakyat. Semua orang yang mengaku sebagai pewali mereka seakan-akan menjadi satuan pengaman negara, dan lupa mereka akan pendahulu yang merawat semangat pemuda untuk membangun negeri. 
Mereka pemuda yang hidup di zaman ini hanya berusaha membangunkan negeri yang terlelap akan kapitalis instan yang meraup keuntungan sebesar-besarnya dan membayar buruh semurah-murahnya apalagi kalo bukan perbudakan. Mereka membangunkan dengan ekskalasi nasional di persenjatai dengan toa berisi narasi-narasi mutlak akan kemunduran akibat terlelapnya negeri ini hingga lupa idea dari para penduhulu untuk mencapai kesejahteraan untuk segala golongan. Mungkin, karena golongan tua terkena virus pikun dan tuli karena kekuasaan serta tak ayal bahwa kemewahan secara instan yang dilalui dari dunia kapitalistik.
Sebaiknya para pemuda membawa suatu kegairahan perubahan untuk menyokong masa depan yang bebas akan penindasan serta sadar merawat kemewahan demokrasi yang di idam-idamkan para pelopor bangsa. Bukan menjadi regenerasi penindas yang akan datang, perubahan akan datang maka sambutlah dengan kedewasaan dan kematangan seorang manusia.

Senin, 06 Januari 2020

Demokrasi Ditusuk, Hak Berbicara Dimatikan

Rentetan pertisitiwa sejarah sejak zaman penjajahan kolonial hingga penjajahan ekonomi, permasalahan dari monarki, komunisme, otoriter hingga demokrasi terus bermunculan. Sebuah cerita reformasi bersejarah yang sebenarnya ingin Revolusi, pada saat itu menjatuhkan sebuah rezim otoriter yang terbawa arus Bank Dunia serta KKN yang semakin membara di Negeri ini. Mereka yang berbicara pada era <98 tentang negara tidak semudah sekarang, siapa pun yang mengkritik pemerintahan akan tinggal nama begitu yang dikisahkan oleh pejuang pergerakan pada masa 66 dan 98.
Pergerakan muncul kembali 2 dekade setelah perisitiwa reformasi, dan benar-benar kembali menjadi pergerakan mahasiswa yang besar dan merenggut nyawa beberapa orang kawan, salah satunya saudara M. Yusuf Kardawi dari Univeritas Halu Oleo yang tertembak dalam pergerakan. Muncul pertanyaan disisi Mahasiswa pada saat itu apakah era <98 akan kembali lagi, apakah ini bentuk pembungkaman dari pemerintah? tidak ada yang tahu, bahkan saudara kami yang meninggal karena tertembak masih belum diketahui peluru dari siapa yang menarik pelatuk senjata ditangannya. Andai Peluru itu dapat berbicara.
Ntah kapan muncul himbauan dari seorang menteri untuk melarang civitas akademika turun ke jalan dan terdapat sanksi untuk Perguruan Tinggi. Terkejut dengan hal ini karena suara ini keluar dari seorang menteri yang merangkap menjadi Satpam Moralitas Bangsa, pelarangan ini mengekang hak berbicara yang telah diatur didalam UUD 1945 pasal 28 E. Alhasil, pergerakan mahasiswa semakin memanas dan mengundang para civitas untuk bergabung dalam pergerakan. Bahkan duduk bersama untuk mengatur pergerakan selanjutnya dan hasil dari itu membuat sebuah aksi damai yang berujung pembubaran dari pihak aparat.
Tujuan kami berkumpul disana ialah memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai bentuk implementasi dari UUD 1945 yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa", maka dengan pembubaran itu  kami mengambil kesimpulan bahwa bangsa ini dilarang untuk cerdas. Padahal acara itu diramaikan oleh para Dosen, Pengamen dan Mahasiswa yang diadakan langsung di tengah ramainya masyarakat. Apalah Daya jika penguasa sudah mengatakan "TIDAK" maka itulah keputusan, dan bagi yang melawan akan dipaksa untuk mengatakan "TIDAK" pula. Keesokan harinya tepat 30 S DPR, kami bergerak dengan jumlah mahasiswa yang lebih banyak, kami merasa lebih kuat dengan cara teriak daripada yang mengedukasi.

Menulis Untuk Belajar

suatu hari di sebuah forum dalam pembicaraan dan diskusi panjang tentang perjuangan dan pergerakan Mahasiswa. Mencoba mengacungkan tangan untuk bertanya sekaligus mengevaluasi hal yang memuat dalam pergerakan, namun ternyata pertanyaan itu terlewati oleh para senior pejuang terdahulu. Ntah, apakah pertanyaan yang diajukan sudah ada jawabnya atau memang tidak terlalu penting untuk dijawab.
Terpikir bahwa diri ini sudah tak terlihat beberapa saat kemudian salah satu pemateri tiba-tiba berpindah dari depan ke belakang. senior itu datang dan sedikit menyapa, ia bertanya tentang beberapa pemahaman dari apa yang telah saya lontarkan. Dan kemudian penjelasan lebih pun muncul dari sejarah masa lampau berupa dampak dan akibat yang dirasakan pada hari ini, ia mencoba menilai untuk hal seperti itu diikat dengan tulisan. Tapi apalah daya sang fakir merasa kurang mampu, karena lebih banyak berbicara dan kurang membaca, sang senior pun memberikan sarannya untuk mencoba secara perlahan.
Setelah bertukaran kontak sosial media, sang fakir pun mulai menulis isi pikirannya dengan berharap banyak kritikan datang untuk membuatnya belajar. Dan tulisan ini ialah salah satu tulisan yang ia buat, semoga mendapatkan kritikan agar orang yang menulis ini belajar.